خف من وجود احسانه اليك ودوام اساءتك معه ان يكون ذلك استدراجا لك
سنستدرجهم من حيث لايعلمون
Takutlah dengan adanya kebaikan Allah
kepadamu sementara kamu durhaka kepada-Nya, karena mungkin saja itu adalah
bentuk istidroj kepadamu. “Kelak akan Kami hukum mereka berangsur-angsur dari
arah yang mereka tidak ketahui”.
PENGERTIAN ISTIDROJ
Sebelum kita
mengetahui makna istidroj, ada baiknya kita mengetahui dahulu dua sikap
yang berkenaan dengan nikmat Allah SWT. Yakni syukur nikmat dan kufur nikmat.
Syukur dan kufur adalah dua sikap yang bertentangan. Kebanyakan orang memahami
syukur adalah sebagai ungkapan pujian
kepada Allah SWT seperti الحمد
لله, الشكر لله ,نشكرالله atas nikmat yang telah karuniakan oleh Allah SWT kepadanya. Jadi
orang yang mengucap الحمد لله, الشكر
لله ,نشكرالله dan sejenisnya ketika mendapatkan nikmat adalah orang yang
bersyukur menurut kebanyakan orang. Tapi bagaimana menurut Allah SWT?
Allah SWT berfirman:
و قليل
من عبادي الشكور (سباء 13)
“Dan sedikit
sekali dari hamba-hamba Ku yang bersyukur”. (Q.S. Saba’:13)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa syukur yang dikehendaki
Allah SWT dan yang di perintahkan kepada kita adalah syukur yang memiliki makna
yang lain, tidak hanya sekedar ungkapan pujian semata. Syukur yang di maksud
adalah penggunaan segala sesuatu yang telah diberikan Allah SWT sesuai dengan
fungsi dan tujuannya menurut agama. Dan kebalikannya adalah kufur, yakni tidak
mengakui adanya anugerah dari Allah SWT kepadanya atau tidak menggunakan nikmat
sesuai fungsi dan tujuanya menurut agama. Dan dari dua sikap yang berbeda ini
pula Allah SWT menjanjikan dua hal yang berbeda. Allah SWT berfirman:
لئن شكرتم لازيدنكم ولئن كفرتم إن عذابي لشديد
(ابراهيم 7)
“Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepada mu, tetapi jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat pedih”. (Q.S. Ibrohim:7)
Setelah kita
mengetahui makna syukur dan kufur, maka kita tahu bahwa orang yang kufur nikmat
berarti ia menawarkan dirinya untuk terhalang dari nikmat yang dianugerahkan
kepadanya atau bahkan terputus dari nikmat tersebut. Namun bagaimana jika ada
orang yang terus berada dalam kenikmatan
padahal ia adalah orang yang kufur nikmat? Ketahuilah bahwasannya orang
tersebut adalah orang yang mendapatkan istidroj, seperti yang dimaksud
dalam ayat di bawah ini:
فذرني ومن يكذب بهذا الحديث سنستدرجهم من حيث لا
يعلمون وأملي لهم إنَ كيدي متين (القلم 44-45)
Maka serahkanlah
kepada-Ku (urusannya) dan orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Quran). Kelak akan kami hukum mereka
berangsur-angsur dari arah yang mareka tidak ketahui. Dan Aku memberi tenggang
waktu kepada mereka. Sungguh rencana-Ku sangat teguh”. (Q.S. Al-Qolam:44-45)
Jadi secara ringkas istidroj
adalah pemberian nikmat kapada orang
yang mengkufurinya dalam rangka agar orang tersebut semakin lupa dan terus
dalam kekufurannya atas nikmat yang diterimanya tersebut sebagai bentuk murka Allah SWT kepadanya.
APA YANG HARUS KITA LAKUKAN KETIKA MENDAPAT NIKMAT?
Ketika seorang muslim mendapat nikmat dari Allah SWT, maka
hendaknya orang tersebut bisa lebih waspada dalam dirinya, mau meraba apakah
nikmat yang begitu besar berupa iman sudahkah disyukuri atau belum, sehingga muhasabah
dan mawas diri seperti ini akan menjadikan kita takut akan nikmat yang kita
terima ,apakah ini nikmat dari Allah SWT atau istidroj.
Adapun dampak positif
yang timbul dari mawas diri dan takut atas nikmat Allah SWT adalah timbulnya perasaaan
yang mendorong diri kita untuk selalu memperbaiki diri dan bersyukur. Namun
jika ada orang berkata “ketika aku mengintropeksi diri aku merasa sudah
melaksanakan hak-hak Allah SWT dan mensyukuri nikmat-Nya, sehingga aku bingung
bagaimana aku bisa merasa takut kepada Allah SWT sedangkan aku sudah menjalankan
hak-hak Nya”. Maka orang semacam ini orang yang merasa telah menjalankan hak-hak Allah SWT, tidak melakukan
kesalahan dan bersyukur atas nikmat Allah SWT merupakan orang yang mempunyai
prasangka yang salah.
Dari keterangan diatas bisa kita pahami, bahwa orang yang
mengetahui keagungan Robbnya maka ia akan merasa bahwa begitu banyak hak-hak
Allah SWT yang belum ia kerjakan dan begitu banyak kesalahan-kesalahan yang ia
perbuat. Tetapi hal ini berbeda dengan seorang hamba yang merasa bahwa dirinya
telah menjalankan hak-hak Allah SWT dan merasa nikmat Allah SWT yang diberikan
kapadanya merupakan hasil jerih payahnya, maka orang yang demikian ini adalah
orang yang jauh dari Allah SWT dan terjatuh pada lubang kesalahan.
Bisa kita simpulkan seorang mukmin disamping husnudzon
hendaknya selalu waspada akan nikmat-nikmat Allah SWT yang telah diberikan,
apakah ini istidroj atau bukan. Banyak
dari kita yang telah mencapai derajat yang tinggi disisi Allah SWT sebagaiman
derajat yang di capai oleh sayyidina Umar r.a, diceritakan ketika sayyidina
Umar mendapat ghonimah dari ekspansi islam, beliau merasa sedih dan
susah karena takut akan nikmat-nikmat yang ia terima merupakan istidroj dari
Allah SWT. Bahkan diceritakan oleh Ibnu Umar dalam kitab Bidayah Wannihayah dan
di dalm kitab Thobaqot oleh Ibnu Sa’ad, diceritakan ketika Umar r.a
diberi harta ghonimah hasil dari ekspansi islam di Qodisiyah Persi, sayyidina
Umar r.a seraya menangis berkata,”jangan sekali–kali, demi Dzat yang jiwaku
berada pada kekuasaaNya, Allah SWT menahan (tidak memberi kemenangan) kepada
Nabi dan Abu Bakar r.a karena menghendaki kejelekan kepada mereka, bukan pula
Allah SWT memberi kemenangan kepada Umar karena menghendaki kebaikan
kepadanya”.
Jadi tak aneh jika seorang muslim yang telah mencapai derajat
robbaniyyun sebagaimana sayyidina Umar r.a akan selalu hidup dengan disertai
kewaspadaan atas nikmat-nikmat Allah SWT yang diberikan kepadanya, apakah ini
merupakan nikmat atau merupakan istidroj
? Karena orang yang seperti ini merasa bahwa
dirinya masih berprilaku buruk. Sehingga ia selalu merasa bahwa nikmat Allah
SWT yang diberikan kepadanya merupakan istidroj.
BAROMETER ISTIROJ
Dalam kapasitas orang awam seperti kita, barometer untuk membedakan
nikmat yang datang dari Allah SWT sebagai kemuliaan atau sebagai sebuah istidroj
adalah dengan melihat aqidah dan suluk penerima nikmat. Ketika seseorang yang
mendapatkan nikmat, dia beranggapan bahwa nikmat yang diterima adalah murni
pemberian dari Allah SWT bukan disebabkan amal-amalnya kemudian dia tidak
memperdulikan banyak sedikitnya nikmat serta tidak menganggapnya penting dan
dalam setiap langkahnya dia selalu mematuhi perintah Allah SWT dan menjauhi
larangan-Nya serta menggunakan nikmat yang telah diterimanya itu untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menjauhkannya dari hal-hal yang di benci
Allah SWT, maka bisa di simpulkan bahwa nikmat yang di terimanya tersebut adalah
sebuah kebaikan dan kemuliaan yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya. Namun
sebaliknya, jika ada seseorang yang mendapatkan nikmat dia menganggap nikmat
yang diterimanya adalah sebab atau hasil dari kerja atau usahanya sendiri
sampai-sampai dia lupa Allah SWT sebagai musabbibul asbab, kemudian bersamaan dengan itu dia selalu
menuruti hawa nafsu dan kasenangannya dan melupakan Allah SWT sang pemberi
nikmat serta melupakan perintah dan wasiat Allah SWT, juga melanggar
batas-batas perkara yang di haramkan-Nya, maka jelaslah bahwa nikmat yang
diterimanya adalah sebuah istidroj dari Allah SWT yang akan menterpurukannya
dan akan menambahkan siksa baginya.
CONTOH-CONTOH ISTIDROJ
Perlu kita ketahui bahwasannya istidroj yang diberikan pada sebuah
kelompok atau negara yang mana kelompok atau negara tersebut telah lalim/angkuh
dan bertindak semena-mena bukanlah suatu hal yang dianggap aman atau nikmat
yang akan bertambah terus-menerus. Bahkan hal yang seperti itu menjadi tanda-tanda
kehancuran kelompok atau negara tersebut. Akan tetapi tanda kehancuran suatu
negara itu berbeda dengan tanda kehancuran yang dialami perorangan , yang mana
kehancuran suatu negara akan terjadi ketika negara tersebut menuai masa
kejayaan sebagaimana yang dialami oleh perorangan pada umumnya. Jika mengetahui
tanda kehancuran pada suatu negara, maka jangan dikira negara tersebut akan
hancur begitu saja dalam jangka waktu 2 atau 3 tahun yang mendatang sebagaimana
hancurnya manusia yang penyakitnya telah menyebar ke seluruh tubuhnya, karena
kehancuran suatu organisasi atau negara dihitung dengan jangka waktu yang lama
sedangkan seorang manusia kehancurannya bisa dihitung dengan hitungan hari atau
tahun. Yang terpenting kita harus memperhatikan bahwasannya sudah menjadi sunatullah
bahwa kehancuran suatu negara yang lalim itu terjadi ketika negara yang angkuh
akan kesombongannya tersebut mencapai puncak kejayaan maka disitulah Allah SWT
akan manghancurkan atau menjatuhkan negara tersebut dari kejayaannya.
Ketahuilah bahwasannya Qorun ketika dia
membangga-banggakan atau sombong dengan hartanya dan kekuasaannya maka
disitulah Allah SWT memberikan tambahan istidroj atas apa yang telah di
lakukunnya dan juga Allah SWT memberinya waktu yang cukup untuk dia mencapai
puncak kedurhakannya tersebut, sehingga orang-orang yang bodoh berperasangka
atau mengira bahwa Qorun telah di anugerahi kebahagiaan dan kekuasaan yang bisa
di nikmati sebagaimana layaknya seorang raja, sehingga mereka berangan-angan
ingin mendapatkan seperti apa yang di dapat oleh Qorun. Sebagaiman firman Allah
SWT:
يا ليت
لنا مثل ما اوتي قارون إنه لذو حظ عظيم (القصص 79)
“mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti
apa yang telah di berikan kepada Qorun, sesungguhnya dia mempunyai
keberuntungan yang besar”. (Q.S. Al Qoshosh:79)
Namun ketika Qorun
telah mencapai puncak kelaliman, kekayaan serta kekuasaan maka Allah SWT dengan
sekejap saja menghancurkan dan membinasakan kekuasaan dan kekayaannya.
Sebagaimana firman Allah SWT:
فخسفنا
به وبداره الارض (القصص 81)
“Maka Kami benamkan
dia bersama rumahnya kedalam bumi”. (Q.S. Al Qoshosh:81)
Jika kita menengok
cerita Fir’aun yaitu seorang yang keras kepala, congkak, lalim yang tak mau
menerima saran dan nasehat dari orang lain bahkan ia menganggap remeh ancaman
dari Allah SWT yang di tujukan kepadanya sehingga Allah SWT membiarkan semua
perbuatannya dan memberinya harta dunia yang melimpah hingga ia menjadi lebih
congkak dan sombong bahkan merasa bahwa dunia berada di genggamannya serta ia
beranggapan bahwa tidak ada qodlo’ atau putusan kecuali darinya hingga akhirnya
Allah SWT menenggelamkannya dalam laut dan membinasakannya. Sebagaimana firman
Allah SWT:
ودمرنا ماكان
يصنع فرعون وقومه وما كانوا يعرشون (الاعراف 137)
“Maka Kami hancurkan
apa yang telah di perbuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah mereka bangun”.
(Q.S. Al A’rof:137)
PENJAJAHAN ORANG BARAT TERHADAP ORANG ISLAM
Kebanyakan orang-orang zaman sekarang menanyakan tentang
menguasainya orang-orang kafir terhadap orang-orang islam. Mungkin diantara
mereka akan bertanya; apabila ini
merupakan sunatullah yang berupa istidroj kepada mereka, maka kapankah
kehancuran mereka? Apakah kekuasaan mereka itu bisa menguasai orang-orang islam
dan merebut hak-hak mereka?
Jawabannya adalah
muslim yang sekarang bukanlah muslim yang dijanjikan oleh Allah SWT dengan dianugerahi
pertolonganan, yakni orang-orang yang disebutkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
إنا
لننصر رسلنا والذين امنوا في الحياة الدنيا ويوم يقوم الاشهاد (غافر 51)
“Sesungguhnya Kami akan menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang
yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari tampilnya para saksi (hari
kiamat)”. (Q.S.
Ghofir:51)
Dan juga bukan muslim
yang dikhitobi oleh Allah SWT dalam ayat:
لنهلكن
الظالمين ولنسكننكم الارض من بعدهم (ابراهيم 13-14)
“Kami pasti akan
membinasakan orang yang dholim itu. Dan Kami pasti akan menempatkan kamu di
negeri-negeri itu setelah mereka”. (Q.S. Ibrohim:13-14)
Dan juga bukan
orang-orang yang dijanjikan oleh Allah SWT dalam ayat:
وعدالله
الذين أمنوا منكم وعملوا الصالحات ليستخلفنهم في الارض كما استخف الذين من قبلهم
(النور 55)
“Allah telah
menjajikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan
kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa”. (Q.S. Annur:55)
Tapi muslim yang
sekarang ini adalah muslim yang bermodel-model yang mengherankan. Sesungguhnya
mereka mengklaim dirinya sebagai orang islam dengan menggunakan ucapan-ucapan
dan lambang-lambang islam belaka. Sebenarnya mereka bosan dengan aturan-aturan
islam, mereka menganggapnya kuno yang tidak ngetrend pada zaman sekarang.
Mereka suka merubah semua hukum-hukum islam, karena mereka menganggap sekarang
sudah zaman modern, dan kemungkaran tersebut sudah masyhur dikalangan
masyarakat, sehingga kemungkaran tersebut seakan-akan menjadi hal baik yang
mereka sukai. Maka bagaimana mungkin mereka mendapat pertolongan dari Allah SWT
sedangkan mereka tidak berpegangan
dengan hukum-hukum islam.
Ketahuilah bahwasannya
sunatullah di dunia ini akan berjalan sesuai dengan keadaannya penghuninya. Hanya
saja keberadaan orang-orang mukmin yang patuh pada aturan-aturan Allah SWT dan
orang-orang yang ingkar kepada Allah SWT dan aturan-aturan-Nya ibarat timbangan
yang berat salah satunya. Apabila orang-orang mukmin itu memang benar-benar
iman kepada Allah SWT, memenuhi hak serta kewajibannya kepada Allah SWT, maka
Allah SWT akan menjadikan pimpinan kehidupan dipegang oleh mereka, memberikan
kemulyaan, kenikmatan dan pertolongan kepada mereka yang tidak terhingga dan
mengangkat derajat mereka.
Namun jika orang-orang mukmin menyia-nyiakan syariat Allah
SWT, menganggap remeh aturan-aturan Allah SWT, lisannya tidak sesuai dengan
hatinya, serta mereka sudah tidak punya himmah untuk melakukan amar
ma’ruf dan nahi mungkar atau bahkan mereka merasa muak dengan hal-hal
yang ma’ruf, maka Allah SWT akan menjadikan kelangsungam hidup dan
kekuasaan yang semestinya mereka miliki barada pada genggaman umat lain,
meskipun umat tersebut merupakan orang yang durhaka dan kafir.
Aturan dalam dunai ini akan terus berjalan, dan adanya
orang-orang mukmin yang durhaka serta tidak mau melaksanakan
kewajiban-kewajibannya tidak menjadikan aturan-aturan tersebut lenyap begitu
saja. Akan tetapi Allah SWT akan menyerahkan kendali dunia yang seharusnya
dimiliki orang mukmin kepada umat lain sebagai akibat atas perbuatan-perbuatan
orang-orang mukmin yang telah menyia-nyiakan amanah dan mengingkarinya.
Dijelaskan dalam Al-Quran:
و كذلك
نولي بعض الظالمين بعضا بما كانوا يكسبون (الانعام 129)
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang
dholim berteman dengan sesamanya, sesuai dengan apa yang mereka kerjakan”. (Q.S. Al An’am:129)
Di ayat lain juga
menerangkan aturan-aturan Allah SWT yang ditujukan kepada Bani Israil,
sebagaimana firman Allah SWT:
فاذا جاء
وعد اولا هما بعثنا عليكم عبادا لنا اولي بأس شديد فجاسوا خلال الديار وكان وعدا
مفعولا (الاسراء 5)
“Maka apabila
datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang pertama dari kedua (kejahatan) itu,
Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang perkasa, lalu mereka merajalela
di kampung-kampung. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana”. (Q.S. Al Isro’:5)
Sebagaimana yang telah
kita ketahui dari ayat diatas, bahwa Bani Israil merupakan contoh segolongan
kaum yang mengingkari janji dan mengkufuri nikmat-nikmat Allah SWT yang
diberikan kepada mereka, sehingga Allah SWT membiarkan mereka dalam
kesengsaraan dibawah penindasan Bukhtanashoro dan kaumnya.
Di dalam sabda Nabi SAW juga disebutkan:
إذا تبايعتم
بالعينة وأخذتم أذناب البقر ورضيتم بالزرع وتركتم الجهاد سلط الله عليكم ذلا
لاينزع حتى ترجعوا إلى دينكم
“Jika kalian jual beli dengan barang riba, memegang
ekor sapi (beternak hingga lupa ibadah), ridlo dengan tanamannya (bekerja
hingga lupa ibadah) dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan membiarkan
kalian semua dalam kesengsaraan hingga kalian semua kembali kepada agama kalian
semua”.
Dahulu ketika Sa’ad
bin Abi Waqosh berangkat bersama dengan pasukannya untuk menaklukan Qodisiyah,
sayidina Umar r.a sempat menghimbau tentaranya agar menjauhi
perbuatan-perbuatan dosa. Karena dengan adanya kemaksiatan akan menyebabkan
terkalahkan oleh orang-orang dholim. Sayidina Umar r.a berwasiat kepada Sa’ad,
“Wahai Sa’ad, sesungguhnya Allah SWT tidak menghapus kejelekan dengan
kejelekan, tetapi Allah SWT menghapus kejelekan dengan kebaikan. Jagalah
pemimpinmu dan orang-orang yang
bersamamu dari berbuat dosa, karena dosa-dosa tentara lebih berbahaya
dari pada musuh mereka. Umat muslim diberi kemenangan karena adanya kemaksiatan
musuh kepada Allah SWT. Sehingga jika tidak demikian maka kita tidak punya
kekuatan, karena jumlah kita tidak sama sengan jumlah mereka. Karenanya, jika
kita juga berbuat maksiat kepada Allah SWT seperti halnya mereka, maka mereka
akan unggul dan mengalahkan kita. Janganlah kalian berkata “sesungguhnya musuh
kita lebih jelek, mereka tidak bisa mengalahkan kita. Cukup banyak kaum yang di
kalahkan oleh kaum yang lebih jelek dari mereka karena, seperti Bukhtanashoro yang
mengalahkan Bani Israil dan merajalela di kampung”.
Pendiri Daulah Usmaniyah membuktikan kebenaran sunatullah ini
dan dia melihat bagaimana sunatullah ini berlaku pada zaman sesuai dengan umat
yang ada didalamnya. Hingga ketika ia merasa ajalnya sudah dekat ia mendatangi
putra sulungmya, menceritakan bukti sunatullah ini dan memberikan nasihat yang
berharga “Ambillah pelajaran ini dariku. Aku datang ke negeri ini seperti
seekor semut yang lemah. Lalu Allah SWT memberikan nikmat yang agung ini
kepadaku. Maka ikutilah jejakku, amalkan ajaran agama ini dengan teguh dan
mulyakanlah pemeluknya. Ini adalah tugas para raja di bumi ini”.
Namun kita harus tahu bahwa kenyataan sekarang ini yang telah
berlangsung sejak lama bukanlah dinamakan kemenangan orang-orang kafir atas orang-orang
islam. Hal ini tidak adalah taslith atau tauliyah.
Saya mengatakan demikian bukanlah untuk menghibur orang islam
dengan kenyataan yang menimpa mereka, tetapi mengungkap kenyataan yang ada pada
orang mereka. Sama benarnya, apakah kita memahami bahwa dunia barat unggul dan
menang atau taslith dan istidroj bahwa mereka menguasai orang
islam dengan paksa dan hina dan orang islam menjadi terendahkan di bawah
kekuasan mereka. Fakta ini bukanlah terjadi tanpa sebab. Ini terjadi akibat
perbuatan orang islam itu sendiri. Mereka telah mengganti nikmat Allah SWT yang
diberikan kepada mereka dengan kekufuran, lebih-lebih nikmat islam yang Allah
SWT ridloi dan menjadikan mereka berkedudukan tinggi yang tidak dimiliki oleh
seorangpun dari selain orang islam.
Walaupun demikian mayoritas dari kita tidaklah termasuk
golongan yang berada pada tingkatan istidroj dengan adanya kenikmatan
dan berlimpahnya kenikmatan. Tetapi kita masih berada pada tingkatan kesadaran
pada Allah SWT. Dengan bukti anugerah besar yang kita nikmati terkadang hilang
dan terhalang dari kita.
Semoga Allah SWT menjadikan nikmat yang diberikan kepada kita
sebagai nikmat yang menjadikan kita semakin dekat kepada-Nya dan mengantarkan
kita pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Amiiin……