ALASAN-ALASAN DUKUNGAN PADA PAK MARZUQI

1. Niat lillahi ta’ala.
هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ [غافر : 65]
(Lakukanlah hal-hal yang termasuk ibadah hanya murni karena Allah)
جامع الأحاديث - (26 / 372)
رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يقول : إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو امرأة يتزوجها فهجرته إلى ما هاجر إليه
(Semua pekerjaan tergantung niatnya)

السنن الكبرى للبيهقي وفي ذيله الجوهر النقي - (10 / 177)
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالطَّرِيقِ يَمْنَعُ ابْنَ السَّبِيلِ مِنْهُ وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لِلدُّنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيدُ وَفَى لَهُ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَفِ لَهُ وَرَجُلٌ سَاوَمَ رَجُلاً عَلَى سِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ فَحَلَفَ بِاللَّهِ لَقَدْ أُعْطِىَ بِهَا كَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ ».
(Termasuk tiga golongan yang dibenci oleh Allah ialah orang yang memilih pemimpin karena hartanya.)

2. Ikut mewujudkan penegakan amar ma’ruf nahi munkar.
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ [آل عمران : 104]
(Jadilah kalian umat yang mengajak pada kebaikan dan memerintahkan kebajikan dan mencegah kemunkaran. Merekalah orang-orang yang beruntung)
شرح سنن أبي داود ـ عبد المحسن العباد - (23 / 490)
قال عمر وعثمان رضي الله عنهما (إن الله ليزع بالسلطان ما لا يزع بالقرآن)؛
(Sesungguhnya Allah merubah dengan kekuasaan perkara yang tidak dirubah dengan Al-Qur’an)

3. Menghilangkan kesusahan sesama mukmin.
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ [البقرة : 280]
(Kalau dia tidak mampu maka wajib menundanya sampai dia mampu. Dan sedekah kalian semua lebih baik jika kalian mengetahui)
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ [المائدة : 2]
(Saling tolong menolonglah kalian pada kebaikan dan ketakwaan dan jangan saling tolong-menolong pada dosa dan permusuhan. Takutlah pada Allah karena sesungguhnya Allah maha menyiksa dengan siksa yang berat)
الأحكام الشرعية الكبرى - (4 / 23)
مسلم : حدثنا يحيى بن يحيى التميمي ، أبنا أبو معاوية ، عن الأعمش ، عن أبي صالح ، عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : ' من نفس عن مؤمن كربة من كرب الدنيا ؛ نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة ، ومن يسر على معسر ؛ يسر الله عليه في الدنيا والآخرة ، ومن ستر مسلما ؛ ستره الله في الدنيا والآخرة ، والله في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه ، ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما ؛ سهل الله له به طريقا إلى الجنة ، وما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله ، ويتدارسونه بينهم إلا نزلت عليهم / السكينة ، وغشيتهم الرحمة وحفتهم الملائكة ، وذكرهم الله فيمن عنده ، ومن بطأ به عمله لم يسرع به نسبه ' .
(Orang yang menghilangkan kesusahan dari orang mukmin maka kesusahannya pada hari kiamat akan dihilangkan oleh Allah)

4. Patuh pada guru.
هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ [الرحمن : 60]
(Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan)
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا [الإسراء : 23]
(Allah memerintahkan jangan menyembah kecuali pada Allah dan berbuat baik kepada kedua orang tua)
إتحاف الخيرة المهرة - (1 / 298)
جَاءَ أَعَرَابِيٌّ ، فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ ، فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم بِمَكَانِهِ فَاحْتُفِرَ ، وَصَبَّ عَلَيْهُ دَلْوًا مِنْ مَاءٍ قَالَ الأَعْرَابِيُّ : يَا رَسُولَ الله ، الْمَرْءُ يُحِبُّ الْقَوْمَ وَلَمَّا يَعْمَلُ بِعَمَلِهِمْ ؟ فَقَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ.
(Seorang manusia akan bersama orang yang dicintainya)
2. KEBEBASAN BERPOLITIK
oleh ana masudah
nuriyatunnadzifah

Sesuai dengan حرية الخارجية yaitu kebebasan yang berhubungan dengan kemasyarakatan, sebagaimana yang telah kita lihat dalam kebebasan bekerja bagi seorang wanita, kita juga menemukan kebebasan berpolitik yang terbuka lebar bagi wanita.
Memeng benar seorang wanita mempunyai kebebasan berpolitik yang sama dengan laki-laki. Namun masih ada satu perbedaan yaitu secara syara' seorang wanita tidak boleh menjadi presiden atau kholifah. Maka dari itu marilah terlebih dahulu kita bahas kenapa seorang wanita tidak diperbolehkan menjadi seorang presiden ?
Rosulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori, Ahmad, Tirmidzi, Nasa'i dari haditsnya Abi Bakroh : لن يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة (tidak akan pernah bahagia golongan yang dipimpin oleh seorang wanita).
Hadits ini diucapkan Nabi ketika سيروية salah satu raja Persi mewariskan kekuasaannya kepada putrinya yang bernama بوران .
Jumhur ulama' berpendapat bahwa tidak boleh mengangkat seorang wanita menjadi kepala negara atau presiden dengan bertendensi pada hadits tersebut dan juga bertendensi bahwa bai'at tidak sah secara syara' bagi seorang wanita. Akan tetapi apa hikmah dari semua itu ?
Coba kita renungkan bersama bahwa sebuah negara yang dipimpin oleh seorang presiden tentunya mempunyai banyak hal-hal yang perlu dilaksanakan. Dan hal itu bukan hanya masalah politik saja, akan tetapi masalah keagamaan pun perlu diperhatikan. Termasuk diantaranya adalah :
Memerintahkan masyarakat untuk malaksanakan sholat jum'at juga khutbahnya.
Mengumumkan dan mengajak berperang bersama orang-orang yang wajib perang dan memimpinnya.
Mengumumkan perdamaian.
Keluar bersama masyarakat untuk melaksanakan sholai id atau istisqo' beserta khutbahnya.
Semua ini merupakan perkara-perkara yang penting dalam keagamaan, sedang kita tahu bahwa seorang wanita tidak berkewajiban untuk melakukan itu semua. Lalu bagaimana ia bisa mengajak masyarakatnya sedang ia sendiri tidak dituntut untuk melakukannya ? Seandainya kita berkata "digantikan oleh yang wajib" yakni laki-laki, tentunya akan mengisykali qoidah fiqih yang mengatakan bahwa antara wakil dan muwakkil harus sama dalam semua pekerjaan. Bukankah ketika pokok atau asal tidak dituntut untuk melakukan maka cabangnya juga tidak ? Lalu bagaimana cara menjalankan syari'at islam ? Oleh karena itu jangan sampai seorang wanita dipojokkan untuk melakukan sesuatu yang bukan menjadi kewajibannya.
Kita lihat negara-negara di luar islam, dari dahulu sampai saai ini hampir tidak kita temukan adanya presiden seorang wanita. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat tersebut berprinsip sama dengan syari'at islam. Andaikan tidak, kenapa jumlah presiden wanita tidak mencapai hitungan 1/2, 1/4, atau bahkan 1/10 dari jumlah presiden laki-laki ? Kenapa juga negara maju seperti USA tidak pernah memiliki presiden seorang wanita ? Kalau tidak memikirkan pentingnya seorang pemimpin terhadap tugas-tugas dan kepentingan-kepentingan kepolitikan terhadap yang lainnya, maka kita tidak akan membedakan antara laki-laki dan wanita. Untuk itu cobalah sekarang kita renungkan hal tersebut.
A.. Pembaiatan ( Hak Pilih )

Salah satu contoh kita lihat masalah pembai'atan/ hak pilih yakni memilih seseorang sebagai wakil rakyat di majlis syuro. Kepemimpinan seorang presiden bisa terlaksana berdasarkan adanya pembai'atan dari MPR, kecuali kepemimpinan yang menggunakan kudeta. Hal ini merupakan aktivitas kepolitikan bukanlah suatu kewajiban keagamaan. Dalam peritiwa fathu Makkah, orang-orang yang masuk islam saat itu diakui keislamannya sebab mereka telah melafadzkan dua kalimah syahadat. Dan pembai'atan mereka terhadap Nabi hanyalah sebagai pembuktian bahwa mereka telah patuh kepada Nabi sebagai presiden, bukan sebagai syarat sahnya keislaman mereka. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa selain sebagai Nabi, Nabi Muhammad juga merupakan seorang pemimpin umat. Sebagai Nabi, beliau adalah tempat bersandar umat dalam hal keagamaan dan keimanan. Dan sebagai pemimpin umat, beliau adalah tempat bersandar umat dalam hal kepolitikan. Jadi mulai dari zaman Rosul sampai zaman para kholifah, bahkan sampai saat ini hak pilih umat/masyarakat dalam menentukan pimpinan mereka adalah merupakan kepentingan politik yang berlandaskan agama. Dan agama memberikan hak tersebut baik kepada laki-laki atau wanita tanpa ada perbedaan. Imam Bukhori dan Imam Muslim meriwayatkan :
عن عائشة أم المؤمنين أن رسول الله كان يبايع النساء بالكلام , اى بدون مصافحة
Jadi bisa disimpulkan bahwa majlis syuro memang ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pemerintah. Akan tetapi ketika pemerintah memberikan hak pilih kepada masyarakat maka hak tersebut diberikan kepada laki-laki atau wanita tanpa ada beda.

B. menjadi Anggota Majlis Syuro seperti MPR, DPR dll.

Tanpa melirik bentuk dan cara majlis syuro yang berkembang dan terus berkembang, maka permusyawaratan suatu negara dalam mengambil ketetapan dan hukum suatu perkara adalah merupakan suatu kewajiban yang sesuai dengan dasar agama. Sebagaimana firman Allah :
$yJÎ6sù 7pyJômu‘ z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MY™. $ˆàsù xá‹Î=xî É=ù=s)ø9$# (#q‘®xÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ô©$$sù öNåk÷]t© öÏÿøótGó™$#ur öNçlm; öNèdö‘Ír$x©ur ’Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBz•t© ö@©.uqtGsù ’n?t© «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ït™† tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎ®È سورة ال عمران
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
tûïÏ%©!$#ur (#qç/$yftGó™$# öNÍkÍh5tÏ9 (#q©B$s%r&ur no4qn=¢Á9$# öNèd©øBr&ur 3“u‘q™© öNæhuZ÷t/ $£JÏBur öNßg»uZø%y—u‘ tbqà)ÏÿZ©ƒ ÇÌÑÈ سورة الشورى
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.

Melihat masyarakat yang ada, tentunya terdiri dari dua elemen yaitu laki-laki dan perempuan. Dan masimng-masing tentunya mempunyai hak yang sama dalam permusyawaratan. Pada zaman Rosul hukum bahwa seorang wanita mempunyai hak untuk mengeluarkan pendapat sangat berlaku dengan baik, karena Rosul sendiri sering bermusyawaroh dengan istri-istri beliau. Sebagaimana hadits :
عن رسول الله انه دخل يوم صلح الحديبية على أم سلمة يشكو اليها أنه أمر أصحابه بنحر هداياهم وحلق رؤوسهم فوجموا ولم يفعلوا . فقالت : يا رسول الله أتحب ذلك ؟ اخرج ولاتكلم أحدا منهم كلمة حتى تنحر بدنك وتدعو حالقك فيحلقك . فخرج رسول الله وفعل ما قالته أم سلمة .
Hal tersebut bukan Rosul lakukan karena ketidakhtahuan Beliau, tapi hanya sekedar memberikan contoh kepada umat bahwa seorang wanita juga mempunyai peranan penting dalam bermusyawaroh. Apalagi dalam kehidupan rumah tangga, disamping menjaga anak dan mengurus rumah, seorang istri juga merupakan tempat ketenangan bagi suami.
Pada zaman Rosul, para sahabat juga sering bermusyawaroh dengan para wanita. Dalam hadits disebutkan :
روى ابن الجوزى عن يوسف بن الماجسون قال : قال لى ابن شهاب ولأخ لى ولابن عم لى ونحن صبيان : لاتستحقروا أنفسكم لحداثة اسنانكم فإن عمر بن الخطاب رضى الله عنه كان إذا أعباه الأمر المعضل دعا الأحدث (أى الشباب) فاستشارهم لحدة عقولهم وكان يشاور النساء.

وروى ابن حجر فى الاصابة عن ابى بردة عن ابيه قال : ما أشكل علينا أمر فسألنا عنه عائشة إلا وجدنا عندها فيه علما . وقال عطاء بن أبى رباح : كانت عائشة أفقه الناس وأحسن الناس رأيا فى العامة
Sahabat Umar sering sekali memusyawarohkan masalah-masalah kewanitaan dengan Aisyah. Beliau juga sering bermusyawaroh dengan putri beliau Hafshoh dalam beberapa tingkah laku Rosul dalam berumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa seoranh wanita juga mempunyai peranan penting dalam bermusyawaroh. Kholifah Abu Bakar, Utsman, Ali juga tidak pernah mencegah hak permusyawaratan seorang wanita. Bahkan tidak ditemukan satu hadits pun yang menerangkan bahwa seorang wanita tidak mempunyai hak-hak permusyawaratan.
Adapun kalam ghorib yang sering kita dengar "شاوروهن وخالفوهن واسكنوهن الغرف وعلموهن سورة النور" bukanlah merupakan hadits Nabi tapi merupakan pernyataan Sayyidina Umar sedang kita tahu sendiri bahwa beliau sering bermusyawaroh dengan Hafshoh. Jadi tujuan dalam bermusyawaroh adalah mencari pendapat atau jalan keluar yang terbaik tanpa pandang bulu dari siapa pendapat itu keluar.
Jumhur fuqoho' pun berpendapat bahwa antara fatwa dan musyawaroh mempunyai hukum yang sama. Jadi setiap orang yang sah fatwanya menurut syara', juga sah untuk diajak musyawaroh, boleh juga bermusyawaroh dengan orang buta, budak bahkan juga wanita karena tidak disyaratkan untuk sahnya fatwa adalah harus laki-laki.
Fuqoha' mengukuhkan bahwa seorang qodli sebelum menetapkan suatu hukum harus bermusyawaroh terlebih dahulu. Fuqoga' juga mengatakan bahwa hak bermusyawaroh antara laki-laki dan wanita itu sama, tidak ada nas atau dalil yang menghalangi hak permusyawaratan seorang wanita. Syekh Abu A'la Al Maududi mengatakan dalam kitab " نظرية الإسلام وهذيه فى السياسة والقانون والدستور " menyebutkan bahwa laki-laki merupakan syarat untuk berhak menempati majlis syuro. Dasar beliau mengatakan demikian adalah bahwa dengan musyawaroh maka orang yang diajak bermusyawaroh adalah penguasa, sebagaimana firman Allah :
©A%y`Ìh9$# šcq©Bº§qs% ’n?t© Ï™!$|¡ÏiY9$#
Kita sungguh heran dan bertanya-tanya :"Apa hubungan antara kekuasaan dengan musyawaroh? Dan keterkaitan apa yang ada antara keduanya?"
Bermusyawaroh termasuk tata kesopanan seorang hakim meskipun hal tersebut dilakukan dengan orang yang pengetahuan, keluasan ilmu dan kematangan dalam pertimbangan masih berada di bawahnya sebagaimana yang telah dipaparkan Fuqoha. Alasannya terkadang pada orang biasa ditemukan sesuatu yang mungkin tidak bisa kita temukan pada orang yang lebih unggul. Apakah harus ada syarat bahwa orang yang diajak bermusyawaroh harus lebih unggul? Lalu apa arti dari dalilnya Imam Al Maududi setelah apa yang dicontohkan oleh Rosul dan shahabat-sahabatnya?
Pada dasarnya musyawaroh yang berkembang sesuai aturannya pasti akan menimbulkan kebijaksanaan-kebijaksanaan berupa tolong-menolong dan saling mengingatkan dalam kebenaran. Seorang muslim baik laki-laki maupun wanita merupakan sekutu dalam menegakkan tanggung jawab perpolitikan. Bahkan banyak wanita yang berpegang teguh pada agama, pandai bermasyarakat dan bekerja.
Sesungguhnya majlis permusyawaratan tidak boleh untuk membuat hukum yang bertentangan dengan syariat Allah. Hanya saja larangan ini tidak ada hubungannya dengan individu yang melaksanakannya karena ini umum untuk laki-laki maupun wanita. Tetapi karena hal lain yang tidak kita singgung di sini.

C. Aktivitas Politik yang lain / Menjelaskan tentang Kementrian dan Sejenisnya.

Seorang perempuan yang dari awal memang sudah ahli dan mampu melaksanakan aktivitas ini, mampu membatasi diri dan perilakunya sesuai aturan yang telah Allah perintahkan, maka syara' tidak melarangnya untuk ikut andil dalam politik hanya karena ia seorang perempuan.

Dengan kata lain larangan Rasulullah yang terkandung dalam hadits :
" لن يفلح قوم ولو امرهم إمراة " adalah khusus larangan untuk menjadi pemimpin tertinggi (presiden) karena orang yang dimaksud adalah Buron, Ratu kerajaan Persi. Adapun hukum ini berlaku untuk masyarakat Islam.
Masih tersisa aktivitas dan kepentingan politik lain yang terkadang dibebankan pada seorang wanita. Tapi tidak kita bahas. Kita tahu bahwa hukum asal dari setiap sesuatu adalah boleh sampai ada larangan dari syara'. Yang masuk dalam qoidah ini adalah aktifitas politik selain presiden, dengan syarat ia ahli dan mampu membatasi diri serta perilaku sesuai perintah agama.
Sungguh aneh, Imam Mawardi dalam kitabnya " Al Ahkam As Sulthoniyah ( halaman 6 dan 27 ) mengatakan bahwa untuk menjadi menteri entah yang berkuasa penuh maupun terbatas haruslah seorang laki-laki. Namun dia tidak memberlakukan syarat ini untuk menjadi pemimpin no. 1 atau yang biasa kita sebut presiden.
Imam Mawardi ketika tidak adanya syarat "laki-laki" untuk menjadi seorang presiden adalah hal yang salah, seperti halnya kesalahan yang terjadi ketika syarat itu diberlakukan untuk menjadi seorang menteri yang notabennya tidak termasuk jabatan yang dilarang Rosul untuk seorang wanita. …. Memang seperti itu, namun boleh saja berijtihad untuk membatasi perdana menteri (menteri yang berkuasa penuh) dengan syarat gender karena menganggapnya sama seperti presiden, sebab dalam tugas tertentu dia bisa menggantikan presiden. Dalam ijtihad telah disepakati bahwa tugas yang dilakukannya sama persis dengan apa yang dilakukan presiden. Sebagaimana hal itu, wanita tidak boleh menjadi pemimpin wilayah yang mempunyai hak penuh tanpa komando dari presiden.
Yang juga termasuk dalam aktivitas politik adalah kehakiman yakni memberi keputusan antara dua pihak yang berseteru yang mana hal ini termasuk bangunan perpolitikan negara dalam islam.
Hanya saja ulama' ikhtilaf mengenai diperbolehkannya hal ini bagi wanita. Kebanyakan mereka mensyaratkan harus laki-laki untuk menjadi seorang hakim. Madzhab Hanafiyyah tidak mensyaratkannya dalam hukum sipil, karena mempertimbangkan sahnya seorang wanita untuk menjadi saksi dalam hukum ini. Mengenai hukum lain seperti qisos dan had maka mereka sepakat dengan jumhur bahwa syaratnya harus laki-laki dengan pertimbangan bahwa wanita tidak bisa menjadi saksi.
Setelah ini akan kita bahas bagaimana hukumnya wanita menjadi saksi dalam setiap perkara ini dan hikmah apa yang ada di dalamnya. Insyaallah.
Ibnu Jarir Ath Thobari berpendapat bahwa wanita boleh menjadi hakim secara mutlak (baik hukum sipil maupun nonsipil) dengan alasan hukum sama dengan fatwa. Ketika fatwa disepakati boleh maka menjadi hakim juga boleh.
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menukil dari sebagian ulama' Malikiyah bahwasanya mereka menyatakan bahwa wanita boleh menjadi hakim secara mutlak, baik dalam masalah kriminal maupun lainnya. Tetapi saya tidak menemukan sumber dan dasar rujukan fiqih maliki yang menguatkannya.
Intinya, pokok permasalahan kemerdekaan wanita dalam hukum terangkum dalam 2 hal:
Wanita tersebut harus benar-benar mampu melaksanakan tugas-tugasnya dan mempunyai keistimewaan serta membuahkan hasil yang baik yang berguna bagi masyarakat luas yang berada di bawah tanggung jawabnya.Syarat ini berlaku sama untuk laki-laki dan wanita.
Dia tidak mengabaikan harga diri serta bisa menjaga perilakunya sesuai agama. Tugas-tugas tersebut tidak menyebabkannya kehilangan kendali agama seperti yang seharusnya. Sebenarnya aturan masyarakat dan adat yang berlakulah yang menentukan apakah wanita itu bisa menjaga diri atau tidak.

Kita akan membahas hak-hak wanita menurut Islam dalam lingkungan islam yang baik. Hal itu dikarenakan Islam bertanggung jawab menjaga pemeluknya dalam masyarakat yang terpercaya. Mengenai masyarakat yang mengabaikan ajaran dan petunjuk islam, maka islam tidak lagi bertanggung jawab atas hal ini dan masyarakat akan kehilangan dasar-dasar dan hukumnya.
oleh mbak bahjatul afidah
1. Kebebasan bekerja diluar rumah

Sesungguhnya pekerjaan-pekerjaan yang diperbolehkan syari'at islam pada orang laki-laki itu sama persis dengan yang diperbolehkan pada wanita. Pekerjaan-pekerjaan yang menyimpang yang diharamkan agama untuk laki-laki juga sama persis dengan yang diharamkan pada wanita. Hanya saja Allah mengharuskan/menetapkan tata cara dalam bekerja dan bermasyarakat dan akhirnya pekerjaan yang mereka lakukan harus benar-benar tunduk pada peraturan dan tata cara yang ada begitu juga wanita, mereka harus memenuhi tata cara dalam bekerja dan bermasyarakat. Jadi tugas yang mereka lakukan tidak boleh keluar/menyimpang sedikitpun dari tata cara dan hukum yang ada. Dalam contoh saja : Allah mewajibkan wanita untuk benar-benar menjaga ketertutupan dan harga dirinya dan melarang berduaan dengan lelaki lain. Hal ini jjuga dilarang bagi laki-laki. Wanita tidak boleh melakukan pekerjaan-pekerjaan yang akhirnya menyeretnya harus berdua dengan lelaki lain atau harus melepas ketertutupannya yang diwajibkan.
Sama dengan laki-laki, mereka tidak boleh mengerjakan pekerjaan yang dapat menimbulkan fitnah seperti ia harus bercampur dengan wanita lain yang tidak menutup aurat. Ketika kekhawatiran yang seperti ini sudah hilang, maka seorang wanita boleh melakukan pekerjaan apapun yang telah dianjurkan asal sesuai batasan-batasan yang ada, sebagaimana ia boleh melakukan pekerjaan yang asal mulanya memang diperbolehkan baik itu pertanian, kerajinan atau perdagangan. Hanya saja tugas-tugas yang cepat menghasilkan rizki dan kewajiban-kewajiban dalam mengatur keluarga ketika bertentangan maka ia harus mengikuti keputusan sullamul aulawiyat (tangga prioritas)yakni lebih mengutamakan yang lebih penting kemudian ke bawah dan ke bawah lagi. Seperti ia harus menjaga kebutuhan pasti yang harus ia lakukan, kemudian sekedar kebutuhan sebagai pelengkap lalu baru kebutuhan sebagai penghias dari kemaslahatan kemasyarakatan.
Sesungguhnya wanita yang sudah bersuami dan mempunyai anak dalam bermasyarakat harus melakukan banyak tugas yang ia tidak mampu untuk mamyelesaikan semuanya. Jadi ia harus selalu menjaga suami, membuatnya senang dan bahagia, dan suatu saat pula ia harus menjaga dan mendidik anak-anaknya. Sebagaimana ia harus membagi kepintarannya dalam berkhidmah dalam masyarakat, karena ia pintar dan istimewa dengan ilmu yang ia miliki dengan cara ikut mengajar di salah satu madrasah dan terkadang ada pula yang punya keistimewaan sendiri yaitu mempunyai aktivitas dalam masyarakat akhirnya dia harus membagi tugasnya demi menjaga masyarakat dan untuk memecahkan permasalahan mereka tapi masalahnya waktu tidak mungkin cukup digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas itu. Padahal samuanya baik dan berguna.
Lalu mana jalan yang harus ia tempuh ?
Pada saat seperti ini tidak ada jalan keluar kecuali mengikuti keputusan sullamul aulawiyat padahal dalam keputusan yang telah ditetapkan oleh ulama' mengatakan bahwa tugas seorang istri yag sudah menjadi ibu adalah bertanggung jawab menjaga suami dan mendidik anak dan bekerja untuk pertumbuhan mereka. Itu tingkatannya naik pada tingkat dhoruri (kebutuhan pasti) dari kebaikan masyarakat. Kenapa seperti itu ? Ya , karena kebaikan sebuah keluarga merupakan pokok utama untuk kebaikan masyarakat. Jadi ketika sebuah keluarga sudah rusak dan tidak menentu arahnya, maka semua tugas-tugas ilmiyah dan juga masalah perekonomian tidak dapat membentuk keluarga sebagai keluarga dan sampai kapanpun dapat menciptakan masyarakat atas jalan yang lurus. Karena masyarakat mulai kapanpun akan selalu ikut pada keadaan sebuah keluarga entah itu baik atau jelek, sampai kapan pun tidak akan mungkin berubah/berbalik.
Akhirnya dari hal seperti ini menimbulkan suatu masalah yaitu ketika seorang istri sudah menjadi ibu tidak mampu melakukan semua kepentingan keluarga dan kegiatan masyarakat. Ia harus mengikuti keputusan aulawiyat yaitu harus menghabiskan waktunya untuk kebutuhan pasti yaitu bersusah payah menjaga keluarga walaupun ia harus mengorbankan tugas-tugas yang lain. Kebenaran ini semakin tambah jelas ketika seorang istri terdorong untuk melakukan pekerjaan yang hanya murni menginginkan kedudukan atau harta, maka sesungguhnya wanita ini telah benar-benar mempertaruhkan kehidupannya sebagai seorang istri atau mempertaruhkan kebahagiaan yang ia ciptakan dalam rumah tangga sebagaimana ia telah mempertaruhkan hal-hal yang lebih penting dari hidupnya yaitu menjaga anak-anak dan fokus mendidik mereka dengan baik dengan sebuah keinginan yang tidak jelas dan mencari kesenangan yang akhirnya mengakibatkan bahaya yang besar, untuk lebih memudahkan jalan bagi wanita ini dan supaya ia benar-benar merasa tidak keberatan sama sekali dalam mengikuti keputusan aulawiyat. Maka islam tidak memberatkan ia harus mencari nafkah untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya. Dan islam juga menyerahkan penuh jerih payah yang seharusnya ia gunakan untuk mencari nafkah tersebut pada saat suami sudah bertanggung jawab penuh atas nafkahnya dan nafkah anak-anaknya. Berfikirlah tentang nas-nas al qur'an yang menghubungkan antara kepentingan suci yang seharusnya dilakukan oleh setiap istri yang sudah menjadi ibu dan kecukupan yang mendorong ia harus melakukan itu sebab suami sudah bertanggung jawab atas biayanya dan menyodorkan hidup yang selayaknya. Nas itu adalah firman Allah : و الوالدات يرضعن اولادهنّ
Seorang istri setiap saat selalu diperertanggungjawabkan harus menjaga keluarga dari kerusakan. Jadi ia harus bertanggung jawab atas hal-hal yang mereka tanggung berdua karena di sana pasti ada tugas-tugas sensitif dan membahayakan yang hanya dapat dikerjakan oleh seorang ibu dan ketika kebutuhan yang melelahkan harus menghasilkan rizki itu merupakan penghalang terbesar dalam dirinya. Maka seseorang boleh melepaskan tanggung jawab ini sebagaimana yang terjadi dalam masyarakat barat. Syara' telah memutuskan dan menjauhkan penghalang ini dari seorang istri, ketika suami sudah bertanggung jawab atas kecukupan hidupnya di atas level yang layak baginya.
Perlu diketahui bahwa kemudahan yang telah dinyatakan syara' bahwa wanita ini yang terdapat saat ia mengikuti sullamul aulawiyat. Syara' juga tidak mengharamkan bahwa wanita tidak boleh mengerjakan tugas-tugas di luar rumah. Akan tetapi semua tugas yang bermacam-macam selalu terbuka sebagaimana terbuka untuk laki-laki. Tetapi ia juga harus mendahulukan mana yang lebih penting kemudian yang tidak penting. Oleh karena itu merupakan suatu kewajiban ketertiban yang dilantarkan oleh pemikiran dan kemasyarakatan pada setiap laki-laki dan wanita.
Contoh saja sepasang suami istri ketika mereka berdua merasa bahwa tugas-tugas dalam rumah yang dilakukan istri hanya memakan waktu sedikit, maka syara' tidak mencegah seorang istri untuk menggunakan sisa waktunya untuk melakukan pekerjaan apapun yang harus ia lakukan di luar rumah asalkan sesuai dengan batasan dan tata cara yang ada. Sehingga ketika mereka berdua merasa bahwa pekerjaan di luar rumah itu akan merusak kepentingan dalam menjaga keluarga maka mereka berdua boleh mengambil langkah yang mereka sepakati dalam tingkatan kemaslahatannya.
Lihatlah keadaan masyarakat saat ini, banyak sekali keluarga yang hancur, Rumah yang dulunya adalah merupakan tempat yang masih suci dalam keluarga yang masih kukuh, mereka hanya jadikan sebagai hotel/rumah kecil yang digunakan berteduh oleh orang-orang yang berbeda. Tidak ada hubungan saling menolong dan hubungan kekerabatan seperti dulu. Jadi rumah itu hanya ibarat penginapan saja. Tapi hal ini selalu menimbulkan pertanyaan apa yang membuat hubungan persaudaraan itu putus padahal dulunya baik-baik saja ?
Sesungguhnya yang memutus hubungan ini adalah karena setiap anggota keluarga hanya mengurus/ mementingkan kepentingan sendiri-sendiri. Seorang ibu, bapak dan anak perempuan yang pintar hanya mementingkan diri mekera sendiri. Jadi semua jerih payah dan uasaha mereka itu hanya untuk menghidupi diri mereka masing-masing. Keadaan yang seperti inilah (bekerja demi kepentingan sendiri) yang dapat memutus kekerabatan. Kemudian hilanglah rasa kasih sayang diantara mereka padahal hal itu merupakan jalan utama untuk menyatukan sebuah keluarga.
Dalam sebuah wadah yang baik, seperti ketika mereka bersatu, saling membantu satu sama lain, mereka ibarat sebuah perkumpulan kecil. Sebenarnya inilah yang membuat terpecahnya sebuah keluarga.
Dalam tragedi yang sangat menyedihkan ini, terdapat gambaran dan intisari yang saling bertentangan. Adapun gambaran itu adalah kemandirian ekonomi yang dirasakan wanita- wanita barat dan membuat banyak orang lalai dalam kemasyarakatan dunia. Adapun intisarinya yang lain adalah pemaksaan orang-orang lelaki terhadap wanita untuk bekerja di luar rumah guna mencukupi kebutuhannya sendiri walaupun hal itu akan merusak kehormatannya sebagai seorang wanita di tengah pekerjaan yang tidak layak baginya . Setelah ia dipaksa untuk melayani seorang suami seperti layaknya seorang istri kemudian ia dipaksa untuk meninggalkan tugas sebagai seorang ibu dan konsentrasi penuh hanya menjaga rumah tangga dan anak-anaknya. Lalu saat ia susah akhirnya dia berani membantah dan berontak terhadap penganiayaan yang seperti ini lalu akhirnya ia diceraikan. Setelah ia merasakan hinaan dan siksaan yang begitu banyak. Orang-orang seperti ini banyak sekali apalagi di negara Amerika dan dibuat contoh oleh kebanyakan orang barat, sedangkan syari'at islam mereka dapat menjaga wanita dan tetap selalu dalam kehormatannya dan memudahkan jalan yang lebih baik untuknya supaya ia menjadi anggota yang baik dalam sebuah keluarga yang bahagia, dia hanya fokus merawat dan menjaga keluarganya dari setiap bahaya dan suatu saat juga memberikan kesempatan/peluang untuk melakukan aktifitas masyarakat dan semangat mengerjakan pekerjaan yang layak untuknya demi menyenangkan hatinya. Bukan kok bersifat hina karena keterpaksaan. Apabila kamu termasuk orang yang masih selalu mengatakan bahwa sikap syar'i adalah tidak memperbolehkan wanita untuk menjadi wanita karir dan menjauhkan darinya, maka dengarkanlah ucapan penulis di negar jerman yang sangat terkenal "Isterfeler" dalam salah satu tulisannya ia mengatakan bahwa satu-satunya usaha mencegah orang wanita bekerja di luar rumah berdasarkan kecerdasan mereka, itu adalah keluar dari orang-orang yang mengaku penolong hak-hak wanita.
Karena mereka semua berbeda bahwa wanita sejati boleh menampilkan jati dirinya. Tapi kesempatan itu hanya ada ketika ia keluar rumah untuk bekerja dan meninggalkan rumah sama seperti lelaki hanya saja usaha yang rendah ini tetap tidak mempengaruhi para wanita. Sudah pasti mereka tetap rendah pemikirannya hanya saja tak serendah orang-orang yang mengaku penolong hak hak-hak wanita karena keluar untuk bekerja sebagaimana laki-laki artinya dinisbatkan dia harus melakukan pekerjaanitu dengan sendiri, dengan mengubur hidup-hidup keluarga yang sempurna. Padahal kesempatannya banyak dalam lembaga itu sudah terbuka mulai 150 tahun. Maka kita tidak pernah mendengar saat ini walaupun dalam satu kesempatan.
Ada wanita bekerja dalam lembaga, karena dorongan dirinya sendiri dan lama hidupnya, karena mengurus ekonomi keluarga.
1.    1. Assalamu’alaikum, wr, wb. Salam sungkem. Semoga Kyai senantiasa diberikan kesehatan wal afiyat lahir batin, Amin. Kyai, sejauh yang saya ketahui, bahwa dalam thoriqoh itu terdapat sebuah sistem kepemimpinan yang khas dan unik, dimana disitu terdapat ketaatan totalitas seorang jama’ah terhadap pemimpinnya (mursyid).  Sehingga tidak jarang saya temui, bahwa kyai yang sebagai mursyid thoriqoh itu  mempunyai jama’ah yang sangat solid ketaatan kepadanya dibandingkan dengan jamaah kyai yang lain (tanpa brmaksud membandingkan). Yang ingin saya tanyakan adalah, bagaimana dan atas dasar "(adillah syariyyah)"apa ketaatan tersebut dibangun?. Terimakasih. (Abdulloh Romli- Pekalongan Jawa Tengah)


2.  2.   Assalamu’alaikum, wr, wb. Salam ta’dhim. Semoga rahmat Allah terus menyertai kyai beserta keluarga, Amin. Kyai, di daerah saya pernah terjadi sebuah polemik tentang diangkatnya seorang Mursyid Thoriqoh ketika Mursyid yang sebelumnya wafat, dimana ada yang mengatakan bahwa sebenarnya yang meneruskan estafet menjadi mursyid adalah Kyai A, namun versi lain adalah Kyai B. Hingga akhirnya saya berfikir tentang kategorisasi seorang mursyid itu sendiri, yaitu apakah sesungguhnya kriteria seorang dianggap mursyid? atau apa syarat-syarat seorang bisa mencapai derajat sebagai mursyid?  Jazakumullah. (Aminuddin – Jombang Jawa Timur)

Bismillah wala haula wala quwwata illa billah.
Syarat menjadi mursyid sebagimana yang di tulis oleh syeh abd qadir isa pada kitab haqaiq an attasawwuf ada 4, yaitu:
:
1.Mengetahui kewajiban yang fardlu ain.
Artinya syeh harus mengetahiu fardlu- fardlu ain yang di wajibkan padanya sebagaimana mengetahui hukum sholat, zakat (kalau wajib), dan puasa. Mengetahui hukum-hukum perdagangan kalau dia seorang pedagang dan seterusnya, juga harus mengetahui sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah dan rosul-Nya

2.'Arif billah (ahli ma'rifah pada Allah).
Artinya dia harus berhaluan madzhab ahlissunnah waljamaah dalam aqidah dan tasawwuf.dia harus mengetahui bahwa allah itu esa dalam zat sifat dan affaal.lalu hatinya kontak dgn keesaan allah itu.matanya melihat alam raya ini tapi mata hatinya melihat sang pencipta Allah swt.

3.mengetahui seluk beluk nafsu dan cara membersihkannya.
Artinya dia telah mendapatkan didikan dari gurunya.dan mendapaktan pelajaran tentang tingkatan nafsu, cara untuk mengobati penyakit hati, tentang cara masuknya syaetan dan cara mengatasinya.dan sebagainya.

4.mendapat izin dari gurunya untuk menjadi mursyid.
Atinya dia harus mendapatkan ijazah dan mandat untuk menjadi pendidik (mursyid) dari gurunya yang sambung sampai pada junjungan kita nabi besar muhammad saw.

Teori ijazah ini yang di pakai oleh perguruan perguruan modern sekarang.semisal dokter tidak boleh mengobati kecuali ada izin dari perguran tinggi jurusan kedokteran begitu juga arsitek tidak boleh menggambar bangunan kecuali mengantongi ijazah.begitu seterusnya.
Semoga kita mendapatkan kriteria mursyid yang seperti itu.kalau kita telah menemukannya maka hilangkan kemauhanmu dalam kemauhannya.dan memintalah untuk tidak hidup sepeninggalnya.karena keselamatan sulit sepinggalnya.
Dari sini kita dapat menjawab kenapa seorang ikhwan toreqah sangat mengagungkan mursyidnya?.karena mursyid adalah di umpamakan seorang dokter ahli yang sedang menangani pasiennya.maka apapun yang dikatakan oleh dokter spesialis itu harus dia terima dengan tanpa ada protes sama sekali.
Tapi kalau ada mursyid yang tidak menetapi syarat tersebut maka dia akan merusak murid muridnya sebagaimana perkataannya syeh syusytari dalam syiirannya yang di syarahi oleh syeh abd aziz addabbagh :
إذا لم يكن علم لديه بظاهر #ولا باطن فاضرب به لجج البحر
Jika syaekh tadi tidak mengetahui ilmu dzohir dan batin maka buang saja ke laut (jangan kamu perdulikan)

وإن كان إلا أنه غير جامع # لوصفهما جمعا على أكمل الأمر
فأقرب أحوال العليل إلى الردى # إذا لم يكن منه الطيب على خبر
Dan jika dia memang memiliki ilmu tadi (dzohir dan batin) namun dia dia tidak mengumpulkan pada kedua sifatnya (tidak sempurna ilmu) maka kemungkinan besar si pasien tadi akan bertambah parah jika dokternya tidak berpengalaman.
Syeh abd aziz addabbagh mengatakan :Syeh tarbiyah punya beberapa alamat 1.lapang dada.2.tidak punya musuh(dari arah syeh).3.dermawan.4.menyenangi pada orang yang berbuat jelek padanya.4.melupakan kesalahan muridnya.
Dengan ikhtiyar dan kemauan yang keras insyaallah kita menemukan mursyid yang hakiki ini.Kalau kita belum mendapatkan syeh yang seperti itu maka kita mencari teman yang baik dan memperbanyak baca sholawat pada mursyid teringgi nabi muhammad saw.
Wallahu a’lam bissowab.